BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Wednesday, October 7, 2009

Hidup Ini Tak Cuma..


Aku tidak tahu apa yang salah. Rasanya hidup ini begitu terbatas. Nafasku sesak, sekujur tubuhku berpeluh. Yang ada hanya rasa sumpek dan bau apek. Kenapa juga hidupku terasa gelap. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Sulit untuk melihat dalam kegelapan ini. Aku pun merasa sendirian, aku merasa ditinggalkan. Meski aku mendengar suara-suara, aku tak tahu suara-suara itu datang dari mana. Kadang suara itu tenang, kadang pula begitu hiruk pikuk. Tapi aku tetap saja tak tahu suara apa itu. Masih saja aku sendiri dalam gelap

dan sesak hidupku ini.

Suatu hari, aku tersadar. Sudah lama aku tak membuka jendela kamar. Sudah lama pula aku tak keluar kamar, membuka pintu kamarku. Maka, pertama-tama, kubuka jendela kamarku. Agak berat untuk menarik pengait jendela kayu itu. Debu tebal menempel di ujung-ujung jariku yang sedang berusaha keras melepas kait besi yang membuat jendela tetap terkunci. Dan ketika kait itu berhasil kubuka, dengan segera kudorong jendela kayu kamarku. Wow, segar sekali! Aku sungguh terkejut. Hembusan angin menerpa wajahku, menyeruak dan menerobos segala penjuru kamarku. Sorot cahaya matahari pun tak mau kalah untuk segera menerobos dan memenuhi segala sudut kamarku dengan terang benderangnya. Astaga! Apa yang kulakukan selama ini? Begitu bodohnya aku. Bagaimana bisa aku tak menyadarinya? Segala kegelapan dan kesesakan itu terjadi karena aku tak pernah membuka jendela kamarku! Bodoh sekali, bodoh sekali!

Sejenak aku merasa lega. Tapi lalu aku menjadi agak ragu untuk melanjutkan rencanaku. Haruskah kini aku juga membuka pintu? Lama aku berdiri di balik pintu sambil memegang daunnya. Aku tersenyum sendiri sambil menebak-tebak, mengapa yang kupegang itu disebut daun pintu. Ketika dipegang terasa dingin dan bentuknya sama sekali tidak seperti daun, ranting pintu mungkin lebih tepat, kataku dalam hati. Tapi toh aku tak perlu mempedulikan namanya. Yang jelas, kalau itu kutarik, pintu kamarku akan terbuka dan aku tidak tahu, apa atau siapa yang ada di balik pintu kamarku. Sambil memejamkan mata, dengan cepat kutarik dan kubuka pintu kamarku. Lagi, cahaya dan udara menyerbuku dan dengan segera menjelajahi sudut-sudut kamarku. Ah…lega sekali rasanya! Tak seburuk yang aku duga. Hidupku terasa ringan, sesak dan gelap sirna seketika.

Tiba-tiba, terbersit suatu rencana tak terduga. Rencana itu menerobos masuk ke benakku sebegitu rupa sehingga aku sendiri terkejut dan tak percaya pada apa yang sedang ada di pikiranku itu. Aku ingin melangkah ke luar kamarku. Aku mau tahu lebih banyak lagi apa yang ada di luar sana. Ah… rencana ini sungguh gila. Buat apa aku keluar kamar? Di dalam sini lebih aman. Kalau aku tetap tinggal di dalam kamar, aku pasti akan terlindung dari segala macam marabahaya. Yah..buat apa?

Maka, aku membiarkan hari berlalu dengan pintu dan jendela yang terbuka menganga. Aku harus membuat keputusan yang berat. Hidupku kembali sesak dan bahkan kini terasa berbeban berat. Malamku berlalu dengan mencekam. Tubuhku tak mau rebah di petiduran yang sudah sekian lama menemaniku dalam mimpi-mimpiku. Aku meringkuk dan mendekam di sudut kamar, sambil memandang pintu yang sudah terbuka lebar. Apakah gerangan yang ada di luar sana? Perlukah aku ke luar? Amankah jika aku berada di luar sana?

Menjelang pagi, segala pertanyaan yang menghujani malamku menjadi buyar. Ada cahaya yang lembut, yang merayap perlahan ke dalam kamarku. Lewat pintu dan jendela. Seolah aku dipanggil dan diundang untuk segera ke luar dan menjumpai sesuatu yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Cahaya itu bagai undangan, bagai harapan. Aku merasa terjamin dan aman. Hangatnya membelai lembut tubuhku. Makam perlahan-lahan aku bangkit dan mulai melangkah menuju pintu kamarku. Jantungku berdegup dengan hebatnya. Sampai-sampai aku merasa seluruh tubuh bergetar dan terguncang olehnya. Aku mencoba mengintip perlahan. Aku menjulurkan kepalaku keluar, menoleh ke kiri dan ke kanan. Lalu tiba-tiba kudapati diriku seutuhnya sudah berada di luar kamar, tertegun memandang indahnya alam. Langit biru dengan awan laksana domba-domba yang bermain di awangan, permadani rumput yang membentang hijau bertaburan aneka pepohonan rimbun, dan gemercik aliran air sungai jernih yang bergulir dari gunung tinggi gagah di kejauhan sana.Yang membuatku makin tertegun, dengan balutan rasa malu, lega, gembira, dan bebas adalah ketika kulihat orang-orang lalu lalang di depanku. Aku tak tahu siapa mereka tapi tiap kali melintas di depanku, mereka melambaikan tangan dan melempar senyum. Aku merasa seolah mereka berkata: “Wah, lama kami tak melihatmu. Senang sekali rasanya bisa berjumpa denganmu lagi saudaraku.” Maka, butiran-butiran air mulai berjatuhan dari pipiku. Aku tertawa, menertawai diriku. Tawa itu tawa lega dan tawa penuh syukur. Ternyata, hidup ini tak cuma hidupku. Hidup ini tak cuma hidup. Hidup ini tak cuma…., melainkan……….

0 comments: